Megapolitan.co – Ketua Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (FORKIM), Mulyadi, menilai mutasi terhadap 250 pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang dilakukan Wali Kota Tri Adhianto bukan langkah spontan, melainkan kebijakan yang sudah disusun jauh sebelum dirinya resmi menjabat sebagai kepala daerah.

Menurutnya, langkah mutasi besar-besaran tersebut tidak lahir dari kebutuhan birokrasi yang ideal, melainkan justru sarat dengan kepentingan politik dan kepentingan pribadi tertentu.

“Pergeseran jabatan itu tidak murni berdasarkan kebutuhan birokrasi. Bahkan mekanisme penilaian kinerja tidak dilakukan. Hal ini menunjukkan adanya perencanaan terselubung dan potensi kejahatan yang disembunyikan,” ucapnya dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025).

Lebih lanjut, Mulyadi menyinggung potensi adanya praktik transaksional dalam kebijakan mutasi tersebut. Ia menilai, dalam politik lokal, hampir tak ada kebijakan yang benar-benar “gratis”.

“Semua hal membutuhkan biaya, termasuk biaya politik Tri Adhianto pada saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah,” sindirnya.

Apabila benar terdapat unsur transaksi dalam proses mutasi, lanjut Mulyadi, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana suap sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001.

Ia menegaskan, praktik jual beli jabatan merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang mencederai prinsip meritokrasi dan integritas birokrasi. Karena itu, Mulyadi mendesak aparat penegak hukum untuk menelusuri indikasi tersebut secara serius.

Kejanggalan dalam Proses Mutasi

Selain itu, Mulyadi juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan rotasi dan mutasi di lingkungan Pemkot Bekasi. Salah satu yang ia soroti adalah pengangkatan seorang staf biasa yang tiba-tiba menduduki jabatan Kepala Subbagian Tata Usaha (Kasubag TU) tanpa melalui proses uji kompetensi dan penilaian kinerja.

Padahal, lanjut Mulyadi, aturan telah jelas termuat dalam Pasal 108 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang mewajibkan promosi jabatan dilakukan berdasarkan kualifikasi dan kompetensi.

“Ini luar biasa. Dari staf biasa langsung lompat ke jabatan eselon IV. Kenaikannya tidak wajar dan patut diduga ada faktor nonteknis di baliknya,” ungkap Mulyadi.

megapolitanco
Editor