Oleh: Tinton Ditisrama, S.H., M.H.
_Dosen Hukum Tata Negara, Universitas Jayabaya_

 

Hampir semua pengguna internet di Indonesia pernah mengalami hal ini: membeli paket data internet, tetapi sebagian kuotanya “hangus” karena tidak sempat digunakan sebelum masa berlaku habis. Padahal, kuota tersebut telah dibayar dengan uang sendiri dan menjadi hak penuh pengguna. Sayangnya, praktik seperti ini sudah berlangsung lama dan sering dianggap wajar.

Baru-baru ini, Institute for Action and Welfare (IAW) merilis kajian yang memperkirakan kerugian publik akibat kuota internet hangus bisa mencapai Rp63 triliun per tahun. Angka ini sangat besar. Maka, wajar bila publik mulai bertanya: mengapa ini terus terjadi, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab?

Hal ini ternyata juga menjadi perhatian wakil rakyat. Dalam salah satu rapat di Komisi I DPR, beberapa anggota DPR menyampaikan kritik terhadap operator seluler dan meminta pemerintah meninjau ulang sistem kuota yang tidak transparan dan merugikan masyarakat. Artinya, isu ini bukan lagi sekadar keluhan teknis pelanggan, melainkan sudah masuk ke wilayah kepentingan publik yang lebih luas.

Persoalan ini sebenarnya tidak hanya menyangkut urusan teknis atau layanan konsumen. Ini adalah soal keadilan ekonomi digital dan perlindungan hak warga negara dalam era informasi. Di sinilah peran negara menjadi sangat penting. Dalam UUD 1945, Pasal 33 ayat (2) dan (3) menegaskan bahwa sektor-sektor penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai dan diatur oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Di masa kini, akses internet jelas menjadi bagian dari kebutuhan dasar masyarakat, sama pentingnya seperti listrik atau air bersih.

Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan bahwa penguasaan oleh negara tidak harus berarti dikelola langsung oleh pemerintah, tetapi bisa melalui pengaturan yang adil, pengawasan ketat, dan perlindungan terhadap masyarakat. Maka, jika ada praktik usaha yang merugikan masyarakat secara masif, seperti hangusnya kuota tanpa kompensasi atau transparansi, maka negara perlu turun tangan.

Namun, kita juga tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pemerintah yang sedang menghadapi banyak tantangan dalam sektor digital. Justru di sinilah kita perlu mendorong langkah-langkah korektif yang lebih kuat dan nyata. Pemerintah, terutama Kementerian Komdigi, bisa mulai merancang regulasi khusus yang mewajibkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem paket data. Misalnya, dengan mengatur mekanisme pemindahan (_rollover_) kuota, pemberian kompensasi, atau model paket yang lebih adil.

Upaya ini bukan untuk melemahkan industri telekomunikasi, melainkan untuk memastikan bahwa pertumbuhan digital Indonesia berjalan seimbang: maju secara ekonomi dan adil bagi masyarakat.

Kami percaya, di bawah pemerintahan baru yang memiliki komitmen kuat terhadap transformasi digital dan kesejahteraan rakyat, isu ini bisa diselesaikan dengan baik. Pemerintah perlu mendengar suara publik dan menjadikan ini sebagai momentum untuk memperbaiki tata kelola ekonomi digital nasional.

Internet adalah bagian dari ruang hidup kita hari ini. Kuota yang dibeli bukan sekadar angka di layar, tapi hak ekonomi yang harus dihargai. Negara hadir untuk memastikan tidak ada yang dirugikan secara diam-diam dalam dunia yang serba cepat ini.

 

Kamis 19 Juni 2025

Disclaimer: Opini ini di luar tanggung jawab redaksi

megapolitanco
Editor