Megapolitan.co – Proyek pengadaan perangkat Electronic Data Capture (EDC) senilai Rp 2,1 triliun di tubuh Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyeret nama mantan Wakil Direktur Utama, Catur Budi Harto (CBH), sebagai tersangka.
Namun anehnya, Direktur Utama BRI, Sunarso yang menjabat sejak awal proyek bergulir, tetap tak tersentuh. Padahal, keduanya diangkat bersamaan dalam RUPS Luar Biasa 3 Januari 2019 dan memiliki posisi strategis saat proyek dijalankan.
Menurut Direktur Eksekutif Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, penetapan CBH sebagai satu-satunya tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terasa janggal.
“Penetapan tersangka terhadap CBH ini terasa janggal. Seolah-olah proyek sebesar itu tidak diketahui oleh atasan langsung maupun jajaran komisaris,” ujar Uchok dalam keterangannya, Jumat (11/7/2025).
Pihaknya menilai, proyek senilai triliunan rupiah itu seharusnya mendapat pengawasan ketat dari level tertinggi manajemen hingga dewan komisaris. Karena itu, Uchok mendesak KPK untuk tidak berhenti pada penetapan tersangka CBH semata.
“Kerugian negara Rp 744 miliar ini harus ditelusuri mengalir ke mana saja, siapa yang menikmati, dan digunakan untuk apa. Maka seharusnya KPK menggunakan pendekatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) agar lebih mudah menelusuri aliran uang haram tersebut,” tegasnya.
Uchok juga menyinggung pentingnya pemanggilan nama-nama besar lain di tubuh BRI.
“Panggil Komisaris Utama Kartika Wirjoatmodjo, panggil juga Sunarso. Masa Sunarso yang sudah 6 tahun menjabat Dirut BRI tidak tahu-menahu soal pengadaan EDC ini? Kalau KPK diam saja, ini namanya publik dibodohi,” cetusnya.
Kasus ini pun dipandang sebagai ujian serius bagi integritas KPK dalam menangani dugaan korupsi yang menyentuh korporasi pelat merah. CBA meminta agar KPK bekerja profesional, tanpa pandang bulu, dan memastikan proses hukum berjalan transparan dan menyeluruh.






Tinggalkan Balasan