Megapolitan.co – Kebijakan Presiden Prabowo Subianto menarik kembali aset negara bernilai triliunan rupiah ke pengelolaan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara menjadi salah satu agenda strategis awal pemerintahannya.

Langkah ini sekaligus menguji konsistensi negara dalam menata ulang penguasaan aset strategis yang selama puluhan tahun dinilai tidak optimal.

Aset yang menjadi fokus penertiban meliputi kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan dan Kemayoran.

Pemerintah menilai pengelolaan kedua kawasan tersebut selama ini belum memberikan kontribusi maksimal terhadap pendapatan negara, meski memiliki nilai ekonomi yang sangat besar.

Presiden Prabowo menyebut nilai tanah negara di kawasan GBK Senayan mencapai sekitar 30 miliar dolar AS atau setara Rp495 triliun.

Sementara itu, lahan seluas kurang lebih 400 hektare di kawasan Kemayoran ditaksir bernilai hingga 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp690 triliun.

Seluruh aset tersebut direncanakan dikelola Danantara agar lebih produktif dan memberikan manfaat langsung bagi publik.

Penataan ulang aset ini juga dilatarbelakangi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 1964–1970 terkait banyaknya Barang Milik Negara (BMN) yang tidak terdaftar.

Kondisi tersebut membuka celah penguasaan aset negara tanpa dasar hukum yang jelas selama bertahun-tahun.

Untuk menindaklanjuti persoalan tersebut, Presiden Prabowo menginstruksikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid melakukan pendaftaran ulang sertifikat tanah terbitan 1961–1997.

Proses ini ditujukan untuk memetakan kembali status hukum aset negara sekaligus menutup potensi sengketa di kemudian hari.

Langkah pemerintah ini tidak berjalan tanpa hambatan. Sejumlah pihak yang selama ini mengelola aset negara melalui konsesi disebut menunjukkan penolakan, termasuk dengan membangun opini negatif di ruang publik. Isu yang berkembang di media sosial dan media daring antara lain tudingan penyalahgunaan kewenangan hingga kekhawatiran pengelolaan Danantara disamakan dengan kasus 1MDB di Malaysia.

Pemerintah menegaskan Danantara dibentuk dengan tata kelola yang berbeda dan pengawasan ketat. Sebagai badan pengelola investasi negara, Danantara sejak awal 2025 diarahkan untuk mengoptimalkan aset BUMN dan aset strategis nasional guna meningkatkan pendapatan negara secara berkelanjutan.

Dengan luas kawasan GBK yang mencapai sekitar 1.000 hektare sejak era Asian Games 1962 dan nilai ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp1.500 triliun, pemerintah berharap penertiban aset ini menjadi titik balik pengelolaan kekayaan negara agar kembali berpihak pada kepentingan publik.

Ronnie Sahala
Editor