Megapolitan.co – Pembentukan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) oleh Wali Kota Bekasi Tri Adhianto untuk pengelolaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu kembali menimbulkan tanda tanya.

Bukan hanya karena struktur tim yang besar, tetapi juga soal beban anggaran dan efektivitas kinerjanya.

Keputusan Wali Kota Bekasi Nomor 600.4.1/Kep/210-DLH/IV/2025, tim Monev terdiri dari ratusan anggota yang terbagi ke dalam sejumlah kelompok kerja: pemantauan kualitas air, pengolahan sampah, dampak sosial-ekonomi, keamanan wilayah, hingga kajian lingkungan. Bahkan, unsur Kejaksaan Negeri Kota Bekasi turut dilibatkan dalam pendampingan kegiatan.

Dalam keputusan itu disebutkan, tim Monev akan melakukan monitoring setiap tiga bulan dan evaluasi enam bulan sekali, serta mendapat honorarium rutin sebagaimana tercantum pada lampiran keputusan.

Tahun sebelumnya, honorarium untuk tim Monev mencapai Rp3,3 juta per orang per bulan, dengan jumlah anggota sekitar 250 orang. Jika pola ini berlanjut di tahun 2025, maka anggaran yang diserap bisa menembus miliaran rupiah setiap tahun, hanya untuk kegiatan monitoring.

Kondisi ini menuai kritik dari kalangan pegiat lingkungan. Mereka menilai, Pemkot Bekasi seharusnya lebih transparan dan selektif dalam menyusun tim, agar dana publik tidak terbuang percuma tanpa hasil nyata di lapangan.

Ketua Umum DPN Koalisi Kawali Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (Kawali), Puput TD Putra, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tim Monev yang dibentuk pemerintah daerah.

“Tim monev harus dievaluasi, dan kalaupun tim ini dibutuhkan untuk kepentingan keberlanjutan pengolahan sampah di Sumur Batu, tim Monev harusnya diisi oleh orang-orang yang memang mengerti isu persampahan dan profesional di bidangnya. Jangan dibentuk hanya karena bagian dari kepentingan lain,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).

Puput juga menyoroti penggunaan dana publik yang bersumber dari pajak warga Jakarta melalui APBD DKI. Menurutnya, anggaran tersebut harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik.

“Anggaran monev didapat dari hasil pajak uang warga Jakarta melalui APBD yang disalurkan ke Pemerintah Kota Bekasi, jadi pemanfaatannya harus bisa dipertanggungjawabkan ke publik,” katanya.

Selama ini, program monitoring dan evaluasi di TPST Bantargebang dinilai belum memberikan hasil signifikan. Persoalan pencemaran lingkungan, bau menyengat, dan dampak sosial bagi warga sekitar tetap menjadi masalah tahunan yang tak kunjung tuntas.

Jika pengawasan dan transparansi tidak diperketat, anggaran Monev berpotensi hanya menjadi rutinitas birokratis, menghabiskan uang publik tanpa perubahan nyata di kawasan Bantargebang.

megapolitanco
Editor