Megapolitan.co – Di tengah pro kontra pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto, dua lembaga survei menunjukkan hasil poling masyarakat.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dan Kedai Kopi menyebut adanya peningkatan simpati publik terhadap Presiden RI ke-2 tersebut.
Sejatinya publik masih terpecah terkait sosok dan masa lalu Soeharto. Di satu sisi, nostalgia terhadap masa stabil dan swasembada pangan masih kuat.
Di sisi lain, bayang-bayang pelanggaran hak asasi manusia dan represi politik era Orde Baru belum benar-benar hilang dari ingatan.
Meski demikian, hasil survei kedua lembaga menunjukkan jika publik lebih mengingat sisi positif kepemimpinan Soeharto. Lelaki yang dijuluki ‘Bapak Pembangunan‘ itu, bahkan menduduki posisi teratas sebagai pemimpin yang disukai masyarakat.
Survei Kedai Kopi mengungkap 78 persen responden menilai Soeharto berhasil membawa Indonesia mencapai swasembada pangan. Sebanyak 77,9 persen menilai ia sukses dalam pembangunan nasional, dan 63,2 persen mengapresiasi perannya dalam menyediakan pendidikan serta sembako murah.
“Selain itu, 59,1 persen masyarakat menyebut masa pemerintahannya identik dengan stabilitas politik dan keamanan,” ujar survei Kedai Kopi dalam keterangannya, Minggu (9/11/2025).
Sementara hasil survei LSI Denny JA pada Oktober 2025 terhadap 1.200 responden di seluruh provinsi, menempatkan Soeharto di posisi teratas sebagai pemimpin yang disukai masyarakat, dengan skor 29 persen, mengungguli Joko Widodo (26,6 persen) dan Soekarno (15,1 persen).
“Kami sudah memverifikasi data ini berulang kali. Semua tabulasi dan metodologi akurat. Temuan ini merekam kondisi emosional bangsa terhadap para presiden Indonesia hari ini,” kata Denny JA.
Denny menilai tren ini bukan semata hasil penilaian rasional, melainkan fenomena psikologis yang disebut rosy retrospection bias atau kecenderungan manusia memandang masa lalu lebih indah dari kenyataan yang sebenarnya.
“Ini bias psikologis yang sering muncul saat masyarakat lelah dengan kondisi sekarang,” tambahnya.
Fenomena serupa terlihat dalam survei Kedai Kopi yang dilakukan pada 5–7 November 2025. Hasilnya, 80,7 persen masyarakat setuju Soeharto diberi gelar pahlawan nasional, 15,7 persen menolak, dan 3,6 persen tidak tahu.
Menurut Hendri Satrio (Hensat), analis politik, dukungan ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh nostalgia terhadap penilaian publik.
“Sebagian besar masyarakat masih mengingat masa ketika pangan murah, sekolah mudah, dan stabilitas politik terjaga. Faktor-faktor itu membentuk persepsi positif terhadap Soeharto,” kata Hensat.
Namun bagi sebagian pihak, nostalgia ini dinilai berbahaya jika melupakan luka lama bangsa. Sebab di balik keberhasilan ekonomi, rezim Orde Baru juga meninggalkan catatan panjang pelanggaran HAM dan pembungkaman kebebasan politik.
Meski begitu, hasil survei menunjukkan satu hal penting: nama Soeharto belum pudar dalam memori bangsa.
Entah sebagai simbol kemakmuran masa lalu, atau sebagai pengingat betapa kekuasaan panjang dapat menorehkan dua sisi sejarah sekaligus.






Tinggalkan Balasan