Oleh: Tinton Ditisrama, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum, Universitas Jayabaya

 

Menjelang diberlakukannya KUHP Nasional pada awal 2026, kebutuhan akan hukum acara pidana yang baru semakin mendesak.

Rancangan KUHAP (RKUHAP) hadir bukan sekadar mengganti aturan lama, tetapi memastikan penegakan hukum berjalan dalam koridor kemanusiaan, akuntabilitas, dan kepastian hukum.

Langkah ini patut diapresiasi. Namun, di balik semangat pembaruan itu, tersimpan tantangan besar: bagaimana menjamin agar hukum acara pidana baru benar-benar meneguhkan prinsip negara hukum, bukan sekadar memperluas kekuasaan negara. Sebab, dalam negara hukum, hukum acara adalah wajah sejati dari peradaban keadilan.

Politik Hukum Baru

RKUHAP menandai arah baru politik hukum pidana Indonesia. Jika KUHAP lama (1981) lahir di masa transisi otoritarianisme yang menekankan stabilitas, maka RKUHAP lahir di era demokrasi konstitusional yang menuntut akuntabilitas.

Ia menegaskan bahwa hukum acara pidana bukan alat negara untuk menghukum warga, melainkan mekanisme hukum untuk melindungi hak warga dari penyalahgunaan kekuasaan.

Hal ini tampak dari penguatan peran hakim dalam mengawasi tindakan upaya paksa seperti penangkapan, penyitaan, atau penyadapan.

Prinsipnya jelas: kekuasaan negara tidak boleh tanpa kendali. Setiap pembatasan kebebasan individu harus tunduk pada due process of law.

Namun, politik hukum yang progresif hanya bermakna jika praktik kelembagaan juga bersih. Pengawasan yudisial tak boleh berhenti di atas kertas; ia harus hidup dalam kesadaran etis para penegak hukum.

Menata Hubungan Lembaga Penegak Hukum

Dari perspektif hukum lembaga negara, RKUHAP menjadi ujian bagi relasi Polri, Kejaksaan, dan Peradilan. Semangat integrated criminal justice system menuntut kerja sama, bukan persaingan kewenangan.

Selama ini, ego sektoral sering menghambat koordinasi dan memperlemah akuntabilitas. Padahal, keseimbangan kekuasaan dalam sistem peradilan pidana merupakan bagian integral dari prinsip checks and balances konstitusional. Penegak hukum bukan pesaing, melainkan mitra konstitusional dalam menegakkan keadilan.

megapolitanco
Editor